Beranda Hadits Arbain Nawawi Hadits ke-11: Tinggalkan yang Meragukanmu

Arbain Nawawi Hadits ke-11: Tinggalkan yang Meragukanmu

0
arbain nawawi hadits ke-11
ilustrasi (pinterest)

Di antara materi tarbiyah kelompok hadits adalah arbain nawawi. Yakni kumpulan hadits yang disusun oleh Imam An Nawawi rahimahullah. Berisi 42 hadits pilihan yang mengandung pokok-pokok ajaran Islam.

Berikut ini Arbain Nawawi hadits ke-11 disertai kandungan hadits dan videonya.

Arbain Nawawi Hadits ke-11 dan Artinya

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ

Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kesayangan beliau. Ia berkata, “Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu.

(HR. Tirmidzi dan An Nasa’i, dan Tirmidzi mengatakan: hadits hasan shahih)

Baca juga: Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban

Kandungan dan Fiqih Hadits

Hadits ini termasuk jawami’ul kalim. Yakni perkataan yang singkat tetapi maknanya dalam dan kandungannya sangat luas. Banyak pelajaran penting di dalamnya. Sehingga kalau dibukukan, penjelasannya bisa berjilid-jilid.

Berikut ini lima poin utama kandungan dan fiqih hadits Arbain Nawawi ke-11:

1. Meninggalkan Syubhat

Kandungan utama hadits arbain nawawi adalah meninggalkan syubhat (tarkusy syubuhat). Yakni hal-hal yang samar dan tidak jelas, hal-hal yang membuat orang ragu-ragu.

Syubhat ini dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang juga dicantumkan Imam Nawawi dalam Arbain-nya. Tepatnya pada hadits keenam. Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kita mendapatkan keteladanan generasi terbaik meninggalkan syubhat dari para sahabat Nabi dan tabi’in. Misalnya perkataan Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu: “Kesempurnaan taqwa adalah meninggalkan beberapa hal yang halal karena takut hal itu haram.”

Dalam bentuk keteladanan praktis, Ibrahim bin Adham pernah tidak mau meminum air zamzam. Pasalnya, timba yang saat itu digunakan untuk mengambil air zamzam adalah milik penguasa.Yazid bin Zurai’ tidak mau mengambil warisan ayahnya karena sang ayah adalah pegawai pemerintah. Ia khawatir kalau dalam harta ayahnya ada yang tidak halal.

2. Meninggalkan Syubhat Dimulai dengan Meninggalkan yang Haram

Untuk bisa meninggalkan yang syubhat, seorang muslim harus meninggalkan yang haram terlebih dahulu.

“Orang yang meninggalkan syubhat adalah orang yang telah istiqomah melaksanakan yang halal dan meninggalkan semua yang haram. Takkan bisa meninggalkan syubhat kecuali orang yang telah meninggalkan yang haram,” terang Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu dalam Al Wafi.

Saat penduduk Irak bertanya  tentang hukum darah nyamuk, Ibnu Umar menjawab, “Kalian bertanya tentang darah nyamuk, padahal kalian telah membunuh Husein!”

3. Meninggalkan Syubhat, Mendatangkan Ketenangan

Jika ingin hidup tentang dan damai, tinggalkanlah syubhat dan hal-hal yang meragukan. Kerjakan hal-hal yang engkau yakini, hal-hal yang tidak meragukan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu. Karena sesungguhnya kejujuran mendatangkan ketenangan dan sesungguhnya kebohongan mendatangkan kegelisahan.” (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits ini, Rasulullah mengisyaratkan bahwa kejujuran adalah hal yang tidak meragukan. Dan ia mendatangkan ketenangan hati. Sebaliknya, kebohongan adalah hal yang meragukan dan membuat hati gelisah.

Syaikh Musthafa Dieb Al Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu mengatakan, “Sesuatu yang halal, kebenaran dan kejujuran akan melahirkan kedamaian dan keridhaan. Sedangkan sesuatu yang haram, kebatilan dan dusta akan melahirkan gundah dan kebencian.”

4. Keyakinan Tak Bisa Dikalahkan Keraguan

Dari hadits arbain nawawi ke-11 ini, muncul kaidah fiqih:

اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالَّشكِّ

“Keyakinan tak bisa dikalahkan keraguan.”

Pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah, bagaimana seseorang yang merasakan sesuatu saat shalat. Ia ragu-ragu apakah ia buang angin hingga shalatnya batal atau tidak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Jangan hiraukan hingga ia mendengar suara buang angin atau mendapati baunya.” (HR. Bukhari)

Ini berlaku pada banyak hal. Misalnya seseorang yang telah berwudhu lalu ia ragu apakah sudah buang angin atau belum. Maka hukumnya ia suci sebab itu yang yakin. Sedangkan batal atau tidak, itu meragukan. Sehingga tidak perlu wudhu lagi.

Contoh lain, seseorang yang shalat Dzuhur. Di tengah-tengah shalat ia ragu apakah ia sedang berada pada rakaat ketiga atau keempat. Maka yang yakin pasti adalah rakaat ketiga. Karenanya ia menambah satu rakaat lagi kemudian sujud sahwi sebelum salam. Jika shalatnya benar empat rakaat, maka sujud sahwi itu menjadi penyempurna. Jika shalatnya ternyata lima rakaat, maka yang satu rakaat menjadi tambahan pahala baginya.

5. Jangan Jadi Peragu

Islam mengajarkan umatnya agar jangan menjadi peragu. Maka kerjakan hal-hal yang diyakini. Yakni kebenaran, sesuatu yang halal, yang jelas dan jujur. Jauhi kebohongan, sesuatu yang haram, serta sesuatu yang samar dan tidak jelas.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 60:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Perkara yang benar adalah yang datang dari  Tuhan-mu. Maka jangan sekali-kali engkau menjadi dari orang-orang yang ragu-ragu.”

Maka para pemimpin dan pengambil kejibakan, mulai dari kepala keluarga, kepala daerah hingga kepala negara, jangan menjadi peragu dan jangan melakukan hal yang meragukan. Termasuk juga hakim dan pembuat undang-undang (legislatif). Putuskan hal yang benar, berdasarkan kebenaran dan kejujuran.

Baca juga: Ayat Kursi

Video Hadits Arbain Nawawi ke-11

Dalam video ini, ada beberapa penjelasan dan contoh yang tidak masuk dalam artikel ini. Di antaranya adalah bagaimana Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menjadi pemimpin yang tenang dan tidak pernah takut dimusuhi rakyatnya karena telah berbuat adil dan jujur. Ada juga contoh kekinian bagaimana ASN dan Guru PNS meninggalkan syubhat.

Demikian penjelasan materi tarbiyah arbain nawawi hadits ke-11 disertai kandungan hadits dan video. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkannya. Wallahu ‘alam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbiyah]

Exit mobile version