Hasad adalah penyakit hati dan merupakan dosa besar. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengecualikannya kepada dua golongan. Menurut para ulama, dua pengecualian itu bukanlah hasad melainkan ghibtoh. Apa perbedaan hasad dan ghibtoh?
Pengertian Hasad dan Dalil yang Melarangnya
Dalam Kamus Al-Munawwir, hasad (حسد) secara bahasa berarti isytahaa maa lighairih (إشتهى مالغيره) yakni menginginkan sesuatu yang lain.
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan hasad adalah dengki. Arti dengki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain.
Secara istilah, pengertian hasad adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan pada seseorang baik itu nikmat keagamaan maupun nikmat keduniaan.
Secara tegas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang hasad. Sebagaimana sabda beliau:
لاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hasad sangat berbahaya dan membawa banyak dampak buruk. Di antaranya adalah menghanguskan kebaikan.
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar. (HR. Abu Daud; hasan menurut Syu’aib Al Arnauth)
Selain menyakiti hati sendiri, hasad juga merusak masyarakat dan memangkas agama. Kisah Qabil dan Habil menunjukkan, pembunuhan pertama dalam sejarah manusia terjadi akibat hasad.
Baca juga: Materi Tarbiyah
Pengertian Hasad dan Dalil yang Membolehkannya
Ghibtoh (غبطة) adalah menginginkan nikmat serupa dengan orang lain tanpa mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut.
Dalil bolehnya ghibtoh ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لاَ حَسَدَ إِلاَّ في اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ القُرْآنَ ، فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاء اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً ، فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ
Tidak boleh hasad kecuali pada dua perkara: seseorang yang Allah beri kepandaian Al-Qur’an lalu ia membaca serta mengamalkannya pada malam dan siang hari, dan seseorang yang Allah beri harta lalu ia menginfakkannya pada malam dan siang hari. (HR. Bukhari dan Muslim)
Meskipun pada hadits ini Rasulullah menggunakan istilah hasad, perasaan kepada dua orang (ahli Qur’an dan ahli sedekah) tersebut bukanlah hasad melainkan ghibtoh.
Baca juga: Bahaya Ghibah dan Namimah
Perbedaan Hasad dan Ghibtoh
Apa perbedaan hasad dan ghibtoh? Hasad itu menginginkan nikmat orang lain hilang meskipun dirinya tidak mendapatkan nikmat tersebut. Yang penting lepas dari orang lain.
Hasad dengan kekayaan seseorang, ia ingin kekayaan orang itu hilang. Meskipun kekayaan tersebut tidak berpindah kepada dirinya. Hasad terhadap seseorang yang baru mendapatkan jabatan. Ia ingin jabatan itu telas dari orang tersebut.
Sedangkan ghibtoh, seseorang ingin dirinya mendapatkan nikmat seperti orang lain tetapi nikmat dari orang lain tidak hilang. Contohnya seperti hadits di atas. Seseorang ingin menjadi ahli Qur’an seperti orang lain tanpa mengharapkan orang tersebut kehilangan ilmunya. Demikian pula seseorang ingin dermawan seperti orang lain tanpa berharap orang tersebut kehilangan hartanya.
Semoga penjelasan singkat ini membuat kita memahami perbedaan hasad dan ghibtoh. Pembahas lengkap tentang hasad, termasuk bagaimana cara mengobatinya, silakan baca artikel Hasad. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbiyah]