Beranda Tazkiyah Fadhilah Amalkan Surat Al-Waqiah untuk Rezeki, Termasuk Ikhlas?

Amalkan Surat Al-Waqiah untuk Rezeki, Termasuk Ikhlas?

0
amalkan surat al waqiah untuk rezeki

Salah satu surat Al-Qur’an yang sering kaum muslimin baca adalah Surat Al-Waqiah. Ia menjadi salah satu surat favorit karena keutamannya terkait rezeki. Nah, jika seseorang amalkan Surat Al-Waqiah untuk rezeki ini apakah ia termasuk ikhlas?

Ada yang menilai orang itu tidak ikhlas karena ia niatnya mencari rezeki (dunia). Namun, ada pula yang menilai orang itu ikhlas karena yang ia tuju adalah Allah. Ia minta rezeki kepada Allah dan mencari rezeki dengan ikhtiar yang Allah halalkan. Mana yang benar?

Tingkatan Ikhlas

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Nuruzh Zhalam menjelaskan tiga tingkatan ikhlas.

Pertama, tingkatan ikhlas tertinggi. Yakni menyembah Allah dan taat kepada-Nya bukan karena menginginkan pahala dan bukan karena takut pada siksa, melainkan karena Allah adalah Tuhan dan kita adalah hamba-Nya.

Kedua, tingkatan ikhlas pertengahan. Yakni menyembah Allah dan taat kepada-Nya karena mencari pahala dan takut siksa. Atau, menginginkan surga dan takut neraka.

Ketiga, tingkatan ikhlas paling rendah. Yakni menyembah Allah dan taat kepada-Nya agar menjadi mulia atau mendapatkan perkara dunia. Secara khusus, pada tingkatan ini, Syekh Nawawi mencontohkan seseorang yang membaca Surat Al-Waqiah demi mendapatkan kekayaan.

Jadi, menurut Syekh Nawawi Al-Bantani, seseorang amalkan Surat Al-Waqiah untuk rezeki termasuk ikhlas. Sebab, memang ada hadits yang menjelaskan keutamaan Surat Al-Waqiah menjauhkan dari kemiskinan.

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْواقِعَةِ كُلَّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَدًا

Barangsiapa membaca surat Al Waqiah setiap malam, dia tidak akan tertimpa kemiskinan selama-lamanya. (HR. Abu Ya’la dan Ibnu Asakir)

Ada pula hadits yang menyebut Surat Al-Waqiah sebagai surat kekayaan.

سُوْرَةُ الْواقِعَةِ سُوْرَةُ الْغِنَى فَاقْرَؤُوْهَا وَعَلَّمُوْهَا أَوْلَادَكُمْ

Surat Al Waqiah adalah surat ‘kekayaan’. Maka bacalah Surat Al-Waqiah dan ajarkanlah kepada anak-anak kalian. (HR. Ibnu Murdawaih)

Ketika suatu amalan memiliki fadhilah (keutamaan) tertentu yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an atau Rasulullah terangkan dalam hadits, umat Islam boleh menginginkan keutamaan tersebut. Sebab Allah dan Rasul-Nya mengabarkan keutamaan itu agar umatnya lebih termotivasi untuk mengamalkannya.

Boleh mengharapkan keutamaan-keutamaan tersebut dan karenanya para ulama memasukkan hadits-hadits tentang keutamaan itu dalam istilah At-Tarhib (pengharapan). Yang terpenting, yang ia tuju adalah Allah.  Yakin bahwa yang memberi rezeki adalah Allah. Yakin bahwa yang menganugerahkan keutamaan adalah Allah.

Ada pun bila beramal karena riya’ yakni mengharapkan popularitas dan pujian manusia, Syekh Nawawi Al-Bantani menegaskan bahwa hal itu tidak termasuk ikhlas.

Baca juga: Ayat Kursi per Kata

Sebuah Pengingat

Meskipun boleh mengharapkan keutamaan di dunia, sebaiknya pengharapan kita terhadap akhirat lebih besar. Jangan sampai pengharapan dunia menjadi kebiasaan lalu mendominasi dan tidak ada lagi motivasi akhirat. Mengerjakan sholat dhuha hanya karena ingin rezekinya lancar. Mengerjakan sholat tahajud hanya karena mengharapkan kemuliaan di dunia. Amalkan Surat Al-Waqiah semata untuk rezeki di dunia.

Para sahabat sangat takut dengan balasan dunia yang disegerakan setelah mereka beramal. Mereka khawatir kalau-kalau pahalanya habis dan di akhirat tidak mendapat apa-apa karena di dunia sudah mendapatkannya.

Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu pernah menangis saat seseorang menghidangkan makanan kepadanya dan ia dalam kondisi berpuasa.

Baca juga: Materi Tarbiyah

“Mush’ab bin Umair adalah orang yang lebih baik dariku. Ketika syahid, kafannya hanya kain burdah. Jika kepalanya ditutup, kakinya kelihatan. Jika kakinya ditutup, kepalanya kelihatan. Pun Hamzah, kain kafannya hanya sepotong. Dan ia pun lebih baik dariku. Sedangkan kita diberi diberi kekayaan dunia yang banyak. Kita khawatir kalau kebaikan kita telas dibalas dengan kekayaan ini,” kata Abdurrahman bin Auf sambil terus menangis. [Muchlisin BK/Tarbiyah]