Pernahkah engkau membatin, “Kalau saya membaca Al-Qur’an satu juz, waktu saya berkurang 40 menit.” Lalu engkau lewatkan harimu tanpa membaca Al-Qur’an demi mengejar waktu untuk bekerja atau menyelesaikan aktivitas lainnya?
Sebagai penulis, terkadang godaan itu juga muncul. “Waktu 40 menit ini kalau kita pakai menulis bisa menghasilkan satu artikel pendek atau setengahnya.” Namun, benarkah begitu?
Yang justru kerap terjadi, setelah membaca Al-Qur’an, kita menjadi lebih produktif. Bisa menulis lebih banyak, bisa bekerja lebih baik. Kok bisa? Inilah keberkahan waktu. Jika Albert Einstein memiliki teori relativitas waktu, dalam Islam ada keberkahan waktu.
Misalnya Imam Ath Thabari. Beliau menulis 40 halaman setiap hari, rutin selama 40 tahun. Alhasil, beliau berhasil menulis ratusan kitab mulai dari tarikh hingga tafsir. Kita bagaimana? Terkadang merutinkan membaca 40 halaman setiap hari saja tersendat-sendat.
Contoh lainnya adalah Ibnu Hajar Al Asqalani. Karya beliau lebih dari 270 kitab. Masterpiece-nya adalah Fathul Bari. Syarah Shahih Bukhari itu terdiri dari 19 jilid tebal. Bahkan terjemahan bahasa Indonesianya menjadi 36 jilid yang masing-masingnya sekitar 600 halaman. Kadang tamu yang datang ke rumah bertanya, “kapan membaca buku sebanyak itu?” Nah, kalau membacanya saja membuat kita heran, bukankah menulisnya adalah sebuah keajaiban? Itulah keberkahan waktu.
Ada lagi yang lebih banyak jumlah karyanya. Ibnu Jauzi. Menurut sebagian riwayat, beliau menulis 2.000 jilid buku. Beliau mulai menulis pada usia 13 tahun dan wafat pada usia 87 tahun. Bayangkan, dalam 74 tahun melahirkan 2.000 jilid kitab. Artinya, rata-rata beliau menulis 27 jilid buku per tahun atau 2-3 jilid buku per bulan. Jika untuk membaca 2-3 jilid buku per bulan saja kita kesulitan, bagaimana membayangkan menulis 2-3 jilid buku per bulan? Itulah keberkahan waktu Ibnu Jauzi.
Di zaman sekarang, keberkahan waktu itu juga nyata. Pernah seorang jurnalis mewawancarai Syekh Yusuf Qardhawi. Ia menanyakan, di tengah padatnya aktivitas dakwah dan mengelola organisasi ulama, kapan Syekh menulis? Beliau menjawab, sering kali menulis di pesawat dalam perjalanan menghadiri forum-forum internasional.
“Kalau menulis di pesawat, kapan selesainya, Syekh?”
“Sering kali bisa selesai satu kitab dalam perjalanan.” Jawaban Syekh Yusuf Qardhawi membuat jurnalis itu terkagum. Lalu beliau mengungkapkan rahasianya. “Saya merasa ini adalah berkah hafalan Al-Qur’an.”
Meskipun kita belum hafal Al-Qur’an seperti para ulama di atas, minimal kita berupaya tilawah Al-Qur’an setiap hari. Jika bisa, upayakan minimal satu juz. Tilawah Al-Qur’an membuat hati kita damai, jiwa kita tenang, pikiran pun bisa lebih fokus dalam menyelesaikan pekerjaan berikutnya. Apalagi jika pekerjaan itu membutuhkan banyak ide dan inspirasi seperti menulis. Al-Qur’an akan menginspirasi kita sehingga kita pun menjadi lebih produktif berkarya. Waktu kita menjadi lebih berkah. [Muchlisin BK/Tarbiyah]