Beranda Buku Tarbiyah Ruhiyah: 5M Bekal Istiqomah dalam Dakwah

Tarbiyah Ruhiyah: 5M Bekal Istiqomah dalam Dakwah

0
tarbiyah ruhiyah
ilustrasi (gemini)

Buku Tarbiyah Ruhiyah karya Abdullah Nashih Ulwan ini buku lama. Tahun 90-an sudah ada. Tapi saya baru membacanya sekitar tahun 2002. Dan mungkin ada yang baru membacanya pada usbu’ ruhi (pekan ruhiyah) bulan lalu. Tidak masalah. Toh, yang pernah membacanya juga bisa jadi sudah lupa. Dan tidak ada buku lama jika buku itu belum pernah kita baca.

Bahkan kalaupun sebuah buku pernah kita baca, ia menjadi buku baru ketika kita membacanya kembali. Mengapa? Sebab akan selalu ada inspirasi dan hikmah baru yang bisa kita dapatkan. Itulah rahasia mengapa Imam Al-Muzani sangat sering membaca ulang Ar-Risalah.

“Aku telah membaca ulang Ar-Risalah sebanyak 500 kali. Setiap selesai membacanya, aku pasti mendapatkan pelajaran baru,” kata penulis kitab Syarhu As-Sunnah ini.

Nah, yang paling saya ingat dari buku ini adalah 5M untuk mencapai taqwa: mu’ahadah, muroqobah, muhasabah, mu’aqobah, mujahadah.

Mu’ahadah

Yakni mengingat bahwa kita selalu berjanji kepada Allah dalam shalat kita untuk beribadah hanya kepada-Nya dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada-Mu kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. (QS. Al-Fatihah: 5)

Jauh sebelumnya, kita telah berjanji di alam ruh bahwa Allah adalah Tuhan kita.

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini.” (QS. Al-A’raf: 172)

Muroqobah

Selalu merasa diawasi oleh Allah. Merasakan kesertaan Allah. Sehingga setiap kali akan melakukan sesuatu, kita memeriksa hati kita, ini karena Allah dan mencari ridha-Nya atau karena mengharap pujian manusia?

Muroqobah akan menjadi alat kontrol bagi kita untuk menjalankan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang. Saat seseorang memiliki muroqobah yang kuat, ia tidak akan berani berbuat jahat atau bermaksiat.

Muroqobah juga akan mendorong kita beribadah dengan ihsan sebagaimana hadits Arbain Nawawi ke-2:

قَالَ فَأَخْبِرْنِى عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Dia bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang Ihsan.’ Nabi menjawab, ‘Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR. Muslim)

Demikian pula, muroqobah akan mendorong kita untuk berbuat dan beramal yang terbaik. Sebagaimana firman-Nya:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At Taubah: 105)

Muhasabah

Rutin melakukan instrospeksi diri. Bukan hanya setahun sekali tetapi berusaha melakukannya setiap hari. Upayakan menutup malam dengan merenungkan apa yang kita lakukan sepanjang hari ini. Apakah semuanya karena Allah, apakah hari ini kita bisa berbagi atau justru ada yang tersakiti?

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taujih Rabbani agar selalu muhasabah dengan memperhatikan apa yang telah kita lakukan untuk akhirat kita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (QS. Al Hasyr: 18)

Ketika menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir mengingatkan sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan:

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا

Hisablah diri kalian sendiri sebelum dihisab Allah. Lakukan muhasabah di dunia ini sebelum dihisab Allah di akhirat nanti.

Mu’aqobah

Memberikan sanksi untuk diri sendiri jika melakukan dosa dan kemaksiatan atau lali dari ketaatan. Agar kita segera kembali ke jalan yang benar dan menebus kesalahan dengan banyak berbuat kebaikan.

Umar bin Khattab menjadi teladan dalam mu’aqobah ini. Suatu siang, sahabat Nabi bergerak Al-Faruq ini mengunjungi kebunnya. Tanaman yang subur dan buah-buahnya yang ranum membuatnya terkesima. Semakin dalam ia masuk ke kebunnya dan baru menyadari betapa telah berlalu cukup lama ia di sana.

Umar bergegas ke Masjid Nabawi, berharap bisa shalat jamaah bersama Sang Nabi. Sayang, jamaah Ashar sudah selesai. Akhirnya ia shalat sendiri. Seusai shalat, ia menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Wahai Rasulullah, tadi aku terlambat ashar berjamaah karena melihat kebun yang paling kusukai. Maka, hari ini aku infakkan kebun yang sudah membuatku terlambat shalat berjamaah ini,” kata Umar sepenuh penyesalan.

Demikian luar biasanya Umar dalam menerapkan muaqobah. Seandainya kita meniru persis seperti beliau, mungkin hanya hitungan hari semua harta kita habis. Hari ini kita terlambat jamaah dzuhur karena HP, HP kita infakkan. Ashar terlambat jamaah karena masih laptopan, laptop kita infakkan. Isya’ tidak jamaah karena motor, motor kita infakkan.

Tidak harus sama persis dengan Umar. Namun semangatnya bisa kita upayakan semampu kita. Misalnya suatu malam tidak sholat tahajud, kita muaqobah dengan infak. Tidak tilawah, kita muaqobah dengan merapel tilawah.

Mujahadah

Berjuang menempuh empat M sebelumnya dengan penuh kesungguhan. Mengoptimalkan potensi dan ikhtiar untuk menjadi lebih baik dan bertumbuh dari waktu ke waktu. Bersungguh-sungguh mengendalikan nafsu dan membersihkan kalbu.

Upaya kita dalam bermujahadah akan mengundang rahmat Allah dalam bentuk anugerah hidayah yang lebih besar. Sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآَتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ

Orang-orang yang mendapat petunjuk akan ditambahi petunjuk dan dianugerahi ketakwaan (oleh Allah). (QS. Muhammad: 17)

Demikian pula jika kita telah bersungguh-sungguh, niscaya Dia akan membukakan jalan-jalan-Nya. Memberikan kita kemudahan, bimbingan, dan solusi yang kadang dari arah yang tidak pernah kita sangka.

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Al-Ankabut: 69)

Semoga Allah memudahkan kita mengamalkan 5M untuk meraih taqwa: muahadah, muroqobah, muhasabah, mu’aqobah, mujahadah. Dan semoga Allah menganugerahkan taqwa dan istiqomah kepada kita semua. [Muchlisin BK/Tarbiyah]