Beranda Materi Tarbiyah Pembagian Tugas Dakwah (Surat At-Taubah: 122-123)

Pembagian Tugas Dakwah (Surat At-Taubah: 122-123)

0
ilustrasi (pinterest)

Dakwah adalah kerja besar memperbaiki peradaban. Ia bukan hanya soal ceramah dan tabligh. Dakwah yang bertujuan mengajak manusia kepada Allah juga membutuhkan cara-cara hikmah. Bahkan, bil hikmah merupakan metode utama dalam berdakwah sebagaimana firman Allah Ta’ala:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl ayat 125)

Agar mencapai tujuannya, dakwah harus dirancang dan diorganisir dengan baik. Harus ada pembagian tugas dakwah dan orang-orang yang mendapatkan tugas dakwah itu haruslah memiliki ilmu yang mendukungnya.

Surat At-Taubah ayat 122-123 menjadi inspirasi pembagian tugas dakwah. Mulai dari pentingnya pembagian tugas dakwah, persiapan keilmuan, hingga mujahadah untuk melaksanakan masing-masing tugas dakwah.

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ . يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah: 122-123)

Pentingnya pembagian tugas dalam dakwah

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)… (QS. At-Taubah: 122)

Sebelum turunnya ayat ini, Allah mewajibkan seluruh kabilah untuk pergi berjihad ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat berjihad. Misalnya dalam Perang Tabuk. Ketika jumlah kaum muslimin semakin banyak, Allah menurunkan ayat ini agar mereka berbagi tugas.

“Yakni tidaklah sepatutnya orang-orang mukmin berangkat semuanya ke medan perang dan meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendirian,” terang Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Ibrah ayat ini berlaku secara umum. Bahwa tidak semua orang wajib berangkat ke medan perang khususnya jika pemimpin sudah menunjuk pasukan dalam jumlah tertentu. Nah, mereka yang tidak wajib berangkat ke medan perang akan mendapatkan tugas lain.  

Pangkal ayat 122 ini mengajarkan pentingnya pembagian tugas. Secara khusus dalam ayat ini, ada yang bertugas jihad fi sabilillah, ada yang bertugas tafaqquh fiddin (belajar agama).

Dalam medan dakwah, pembagian tugas menjadi lebih luas. Ada yang mendapatkan tugas menjadi pemimpin (qiyadah) di levelnya masing-masing, ada yang bertugas menjadi kelompok pemikir strategi, ada yang bertugas terkait pembiayaan dakwah, ada yang bertugas langsung di lapangan (masyarakat). Mereka yang langsung bersentuhan dengan masyarakat pun bisa mendapatkan tugas yang berbeda; ada yang tugasnya dakwah secara umum atau rekrutmen, ada yang tugasnya membina.

Segmentasi dakwah pun bisa melahirkan tugas yang berbeda. Ada yang mendapatkan tugas dakwah pendidikan, dakwah ekonomi, dakwah politik, dan lain-lain. Lebih spesifik, dakwah politik juga melahirkan tugas yang berbeda. Saat pemilu, misalnya, ada yang bertugas sebagai caleg, tim sukses, saksi, dan seterusnya.

Baca juga: Agar Percaya Diri Membina

Persiapan ahli ilmu

فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

…Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)

Secara khusus dalam ayat ini, mereka yang tidak berangkat ke medan perang, sebagiannya memiliki tugas untuk tafaqquh fiddin. Memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.

Ibnu Katsir menjelaskan, makna yang dimaksud adalah sepasukan sariyah yang mereka tidak berangkat kecuali dengan izin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sariyah adalah perang yang Rasulullah tidak ikut berangkat. Sedangkan ghazwah adalah perang yang Rasulullah turut serta di dalamnya, bahkan memimpin langsung pasukan.

Ada beberapa pasukan sariyah yang biasanya berangkatnya bergiliran. Nah, yang sedang tidak berangkat, mereka memiliki tugas belajar agama kepada Rasulullah. Baik mempelajari ayat yang baru turun pada saat itu atau belajar hal lain kepada Rasulullah.

Mereka yang telah mendengar ayat-ayat Al-Qur’an yang baru turun kepada Rasulullah itu kemudian menyampaikannya kepada pasukan yang baru datang dari medan perang. Mereka juga menyampaikannya kepada kaumnya ketika mereka kembali ke kabilahnya.

Sesungguhnya, belajar agama merupakan kewajiban seluruh kaum muslimin. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. (HR. Ibnu Majah; shahih)

Imam Ghazali menjelaskan, ilmu yang wajib bagi setiap kaum muslimin adalah ilmu tentang sesuatu yang wajib baginya. Misalnya, ketika sudah baligh, ia wajib shalat dan puasa. Maka, sebelum baligh ia wajib mencari ilmu tentang shalat dan puasa agar ketika datang kewajibannya, ia sudah punya ilmu dan bisa menjalaninya. Ia juga wajib mencari ilmu tentang thaharah, wudhu, dan mandi. Sebelum menikah, ia wajib mencari ilmu tentang pernikahan. Demikian pula ia wajib mencari ilmu tentang aqidah agar imannya terjaga dari syirik. Wajib mencari ilmu tentang tazkiyatun nafs dasar agar hatinya terbebas dari penyakit hati.

Namun, tafaqquh fiddin secara khusus hingga hafal Al-Qur’an, menguasai fiqih secara luas, dan seterusnya, merupakan fardhu kifayah. Karenanya dalam ayat ini yang diseru oleh Allah adalah sebagian orang, bukan seluruhnya.

Dalam konteks saat ini, penting sekali mentargetkan satu orang tiap keluarga untuk tafaqquh fiddin dalam artian belajar di pesantren atau fakultas agama.  Harapannya, semakin banyak ahli ilmu syar’i dalam dakwah kita. Sekaligus menjadi generasi penerus dewan syariah dan para ulama.

Mengapa harus tafaqquh fiddin, secara khusus ayat ini menunjukkan tujuannya: untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. Jadi, tafaqquh fiddin bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk mengajar dan berdakwah kepada orang lain.

Mengerahkan segenap potensi untuk mencegah kemungkaran

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu(QS. At-Taubah: 123)

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan, setelah ada pembagian tugas, garis belakang dan garis depan, yang memperdalam pengetahuan tentang agama dan memperdalam pengetahuan tentang ilmu perang, maka hendaklah seluruh kekuatan itu dibulatkan untuk menghadapi musuh.

Artinya, kerahkan seluruh potensi untuk melawan kekafiran. Kerahkan seluruh potensi untuk mencegah kemungkaran. Secara khusus, potensi keilmuan dan potensi kekuatan.

Dalam konteks kekinian, seluruh kader dakwah harus menyadari bahwa apapun tugas dakwahnya, semuanya adalah satu kesatuan untuk mencegah kemungkaran. Maka, setiap personil memiliki peran penting. Tidak ada tugas yang tidak penting dalam dakwah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat Nabi telah menunjukkan bagaimana mengimplementasikan ayat ini. Mereka memenuhi perintah Allah untuk memerangi orang kafir secara bertahap mulai dari yang paling dekat dengan mereka.

“Maka, Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya atas kota Mekah, Madinah, Thaif, Yaman, Yamamah, Hajar, Khaibar, Hadramaut, serta lain-lainnya dari daerah-daerah di Jazirah Arab. Dan orang-orang dari seluruh kabilah Arab Badui masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong,” terang Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Baca juga: Materi Tarbiyah

Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang bertakwa

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

…dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah: 123)

Ujung ayat 123 ini menegaskan bahwa Allah membersamai orang-orang yang bertakwa dan taat kepada-Nya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapatkan maiyatullah khassah (kebersamaan Allah secara khusus) berupa pertolongan dan pembelaan dari-Nya.

surat at taubah ayat 122-123

Di antara bukti ketakwaan menurut rangkaian ayat ini adalah memenuhi tugas dakwah, mengerahkan seluruh potensi untuk dakwah, dan senantiasa taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbiyah]