Beranda Quran 003 Ali Imran Surat Ali Imran Ayat 7: Arti per Kata dan Tafsir

Surat Ali Imran Ayat 7: Arti per Kata dan Tafsir

0
ali imran ayat 7

Surat Ali Imran Ayat 7 dan Artinya

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

< Ali Imran ayat 6Ali Imran ayat 8 >

Surat Ali Imran Ayat 7 Arti per Kata

Diaهُوَ
Yangالَّذِي
menurunkanأَنْزَلَ
kepadamuعَلَيْكَ
Al-Kitab (Al-Qur’an)الْكِتَابَ
dari sisi-Nyaمِنْهُ
ayat-ayatآَيَاتٌ
jelasمُحْكَمَاتٌ
mereka ituهُنَّ
induk, pokokأُمُّ
Al-Kitab (Al-Qur’an)الْكِتَابِ
dan sisanyaوَأُخَرُ
samarمُتَشَابِهَاتٌ

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 7

Tafsir Al-Muyassar

Dia Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an kepadamu -wahai Muhammad, yang mengandung ayat-ayat yang jelas lagi nyata, tidak mengandung kesamaran, mudah dipahami dan dinalar oleh pembacanya, seperti hukum-hukum syara’, akhlak, dan adab. Ayat yang semacam ini adalah pokok isi Al-Qur’an sekaligus sebagian besar isinya. Di samping ayat semacam ini, Al-Qur’an juga mengandung ayat-ayat yang maknanya tidak jelas dan membutuhkan penafsiran, perenungan dan tawaqquf (menyerahkan pengertiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) untuk memahaminya. Contohnya seperti huruf-huruf yang terpisah pada permulaan beberapa surat.

Orang-orang yang hatinya penuh keraguan dan hawa nafsu gemar mencari- cari kandungan ayat Al-Qur’an yang tidak jelas semacam ini, lalu mengandalkan kesamarannya untuk mendukung kebatilan mereka dalam rangka menanamkan keraguan dalam hati dan menyulut kontroversi di tengah masyarakat. Juga untuk menafsirkannya sesuai kebatilan mereka dan mengklaim bahwa itu memperkuat pendapat mereka. Persis seperti kaum Nasrani tentang Isa ‘alaihis salam dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Ruh dari-Nya.” Mereka berkata, “Ruh itu keluar dari-Nya, berarti dia adalah putra-Nya.”

Maha Suci Allah Subhanahu wa Ta’ala dari tuduhan mereka itu. Mereka meninggalkan ayat-ayat yang maknanya jelas (muhkam) dalam hal ini, seperti firman-Nya: “Dia (Isa ‘alaihis salam) hanyalah seorang hamba yang Kami beri nikmat kepadanya.”

Demikian pula halnya para penganut bid’ah, mereka mengambil dalil yang dianggap mendukung hawa nafsu mereka dan memperkuat kebatilannya. Padahal, yang benar-benar mengetahui pengertian ayat-ayat yang samar (mutasyâbih) hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, karena Dia Subhanahu wa Ta’ala yang menentukan dengan ilmu-Nya, seperti pengetahuan tentang ruh dan lain-lain.

Para ulama yang mendalam ilmunya dalam kebenaran pun mengembalikan ilmu tentang hal itu kepada Rabb mereka, mereka mengakui kelemahan mereka dalam memahami ayat-ayat yang mutasyâbih itu. Hanya saja, mereka beriman dengan penuh padanya dan mengetahui bahwa ayat-ayat itu mengandung makna dan hakikat tertentu. Mereka berpendapat bahwa semua ayat, baik yang muhkam maupun yang mutasyâbih, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturunkan, bukan makhluk. Dari-Nya firman itu berasal dan kepada-Nya pula akan kembali. Mereka mengamalkan yang muhkam dan cukup mengimani yang mutasyabih.

Orang yang bisa menerima nasihat dan mengambil manfaat dari nasihat adalah orang yang berakal cerdas dan berhati sehat. Dengan pemahaman akalnya, dia menalar, dan dengan kebersihan hatinya, dia meyakini, sehingga dia bisa mengambil manfaat dari maknanya, memperoleh tujuannya, dan akhirnya sampai pada kebenaran.

Tafsir Jalalain

“Dialah yang menurunkan kepadamu Al-Qur’an, di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat” jelas maksud dan tujuannya. “Itulah dia pokok-pokok Al-Qur’an” yakni yang menjadi pegangan dalam menetapkan. “Sedangkan yang lainnya mutasyabihat” tidak dimengerti secara jelas maksudnya, misalnya permulaan-permulaan surah. Semuanya disebut sebagai ‘muhkam’ seperti dalam firman-Nya ‘uhkimat aayaatuh’ dengan arti tak ada cacat atau celanya, dan ‘mutasyaabiha’ pada firman-Nya, ‘Kitaaban mutasyaabiha,’ dengan makna bahwa sebagian menyamai lainnya dalam keindahan dan kebenaran.

“Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan” menyeleweng dari kebenaran, “maka mereka mengikuti ayat-ayat mutasyabihat untuk membangkitkan fitnah” di kalangan orang-orang bodoh dengan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang syubhat dan kabur pengertiannya.

“Dan demi untuk mencari-cari takwilnya” tafsirnya “padahal tidak ada yang tahu takwil” tafsirnya “kecuali Allah” sendiri-Nya “dan orang-orang yang mendalam” luas lagi kokoh “ilmunya” menjadi mubtada, sedangkan khabarnya: “Berkata, ‘Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyaabihat” bahwa ia dari Allah, sedangkan kami tidak tahu akan maksudnya, (semuanya itu) baik yang muhkam maupun yang mutasyabihdari sisi Tuhan kami,’ dan tidak ada yang mengambil pelajaran.” ‘Ta’ yang pada asalnya terdapat pada ‘dzal’ diidgamkan pada dzal itu hingga berbunyi ‘yadzdzakkaru’ “kecuali orang-orang yang berakal” yang mau berpikir. Mereka juga mengucapkan hal berikut bila melihat orang-orang yang mengikuti mereka.

Tafsir Al-Wajiz

Allah adalah Dzat yang menurunkan Al-Qur’an kepadamu wahai nabi Muhammad. Di antaranya ada ayat-ayat muhkamat, yaitu ayat yang hanya memiliki satu sudut pandang penafsiran seperti ayat “Wa laa Taqrabuz zinaa” (QS. Al-Isra’: 32)

Ayat-ayat tersebut merupakan sumber dalam Al-Qur’an yang digunakan sebagai pedoman. Di antaranya juga ada ayat mutasyabihat, yaitu ayat-ayat yang mengandung banyak makna seperti ayat “Ar-Rahman ‘alal ‘arsyistawa” (QS. Thaha: 5) dan ayat “Yadullahi fauqa aidiihim” (QS. Al-Fath: 10), juga janji tentang terjadinya kiamat, hakikat ruh dan lain-lain.

Adapun orang-orang yang di dalam hatinya itu berpaling dari yang haq menuju yang bathil, maka mereka lebih terikat dengan ayat mutasyabihah, mereka menafsirkannya dengan cara yang membingungkan dengan maksud untuk memfitnah manusia tentang agama yang benar dan menta’wilkannya sesauai tujuan mereka. Tidak ada yang mengetahui tafsir dan hakikat ayat mutasyabihah kecuali Allah.

Orang yang mahir dalam keilmuan berkata: “Kami beriman kepada seluruhnya, bahwa setiap ayat muhkamat dan mutasyabihat itu dari sisi Tuhan Kami.” Ayat-ayat itu tidak saling tumpang tindih, sehingga ayat-ayat sifat menolak ayat-ayat tentang kesucian yang mutlak, begitu juga ayat-ayat tentang penggambaran tentang Isa dengan diberi kalimat dan ruh yang bertentangan dengan ayat-ayat tauhid yang sudah mutlak. Dan tidak ada yang mengambil pelajaran dari ayat-ayat ini kecuali orang-orang yang memiliki akal sehat.

Tafsir As-Sa’di

Allah memberitakan tentang keagunganya dan kesempurnaan pengaturan-Nya. Yakni bahwa Dia-lah Yang Esa, yang menurunkan kitab yang agung ini, yang tidak akan ditemukan dan tidak akan ditemukan tandinganya dan semisalnya dalam petunjuk, keindahan bahasa, kemukzijatan, dan kebaikan bagi makhluk. Dan bahwasanya kitab ini mencakup yang muhkam, yakni jelas sekali artinya, yang terang, yang tidak samar tentangnya. Dan juga mencakup ayat-ayat mustasyabihat yang mengandung beberapa arti yang tidak ada satupun dari arti-arti itu yang lebih kuat kalau hanya berpegang dengan ayat tersebut hingga di satukan kepada ayat yang muhkam.

Orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, penyimpangan dan penyelewengan tersebut. Mereka mengambilnya sebagai dalil demi memperkuat tulisan-tulisan mereka yang bahtil dan pemikiran-pemikiran mereka yang palsu hanya untuk mengobarkan fitnah dan menyimpang terhadap kitabullah serta menjadikanya sebagai tafsiran untuknya sesuai dengan jalan yang madzhab mereka yang akhirnya mereka itu tersesat dan menyesatkan orang lain.

Adapun orang yang berilmu dan mendalam yang ilmunya dan keyakinanya telah mencapai hati mereka, lalu membuahkan bagi mereka perbuatan dan pengetahuan, maka mereka ini mengahui bahwa Al-Qur’an itu semuanya dari sisi Allah, dan bahwa semua yang ada di dalamnya adalah haq, baik yang muthasyibah maupun yang muhkam. Dan bahwasanya yang haq itu tidak akan saling bertentanggan dan saling berbeda. Dan mereka akan mengatahui dengan jelas bahwa ayat-ayat muhkam mengandung makna yang jelas dan tegas, maka mereka mengembalikan ayat-ayat mutasyabih yang sering menimbulkan kebingungan bagi orang-orang yang kurang ilmu dan pengetahuan kepada yang muhkam mereka mengembalikan ayat-ayat yang metasyabih kepada ayat-ayat yang muhkam hingga seluruhnya menjadi muhkam dan mereka berkata, ”kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami.

“Dan tidak dapat mengambil pelajaran, dari padanya” yang mendalam “melainkan orang-orang yang berakal” yakni orang-orang yang memiliki akal cerdas. Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukan bahwa sikap ini adalah orang orang yang berakal, dan bahwa mengikuti ayat-ayat yang mutasibih adalah sifat orang yang pemikirannya sakit, akalnya rendah, dan tujuan-tujuanya buruk.

Dan firman-Nya, “padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah,” apabila yang dimaksud itu adalah pengetahuan tentang akibat suatu perkara, hasilnya, serta mengarah kepadanya, maka berwajibanlah berpatokan dengan, “melainkan Allah.” Di mana hanya Allah saja yang melakukan takwil dengan makna tersebut. Namun apabila takwil tersebut dimaksudkan dengan makna tafsir dan ilmu tentang arti dari perkataan tersebut, maka yang lebih baik adalah menyambung dengan kalimat sebelumnya, hingga hal ini menjadi sebuah pujian terhadap orang-orang yang ilmunya mendalam, yaitu bahwasanya mereka mengetahui bagaimana menempatkan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah, baik yang muhkamnya maupun yang mutasyabihnya.

< SebelumnyaSuratBerikutnya >
Ali Imran ayat 6Ali ImranAli Imran ayat 8