Arbain Nawawi Hadits ke-23 menjelaskan keutamaan amal dan hakikat perbuatan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensabdakan keutamaan bersuci, keutamaan dzikir, keutamaan shalat, keutamaan sedekah, dan keutamaan sabar.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa Al-Qur’an bisa menjadi hujjah yang membela atau menuntut manusia. Serta hakikat perbuatan manusia yang bisa memerdekakannya dari neraka dan perbuatan yang membinasakannya dengan siksa.
Arbain Nawawi Hadits ke-23 dan Artinya
عَنْ أَبِى مَالِكٍ الْحَارِثِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَشْعَرِىِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ. وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ – أَوْ تَمْلأُ – مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَالصَّلاَةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
Dari Abu Malik Al Harits bin ‘Ashim Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bersuci itu bagian dari iman. Ucapan Alhamdulillah memperberat timbangan (kebaikan). Ucapan Subhanallah dan Alhamdulillah memenuhi ruangan antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya. Sedekah adalah bukti nyata. Sabar adalah pelita. Dan Al-Qur’an adalah hujjah yang membela atau menuntutmu. Semua orang berusaha. Ia pertaruhkan dirinya. Maka ada yang untung dan ada yang merugi. (HR. Muslim dan Ahmad)
Baca juga: Arbain Nawawi Hadits ke-12
Kandungan dan Fiqih Hadits
Banyak kandungan dan fiqih hadits dalam Arbain Nawawi hadits ke-23 ini. Banyak pengarahan berharga dan nasihat penuh hikmah.
Ketika menjelaskan hadits ini dalam Syarh Shahih Muslim, Imam An Nawawi mengatakan, “Hadits ini merupakan salah satu pokok dari ajaran Islam. Di dalamnya tercakup kaidah-kaidah Islam yang sangat penting.”
Berikut ini beberapa kandungan dan fiqih hadits dari Arbain Nawawi hadits ke-23:
1. Bersuci Setengah dari Iman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensabdakan salah satu keutamaan thaharah:
الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ
Bersuci itu setengah dari iman
Ath thuhur (الطهور) artinya adalah bersuci. Yakni menyucikan diri dari hadats serta menyucikan diri, pakaian, dan tempat dari najis. Ada pula yang mengartikan ath thuhur sebagai wudhu.
Ada tiga penafsiran bagian pertama hadits ini. Tiga penafsiran ini sebenarnya tidak saling bertentangan.
Pertama, thaharah adalah setengah dari iman. Iman membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran maknawi seperti syirik dan nifak. Sedangkan thaharah membersihkan badan dari kotoran-kotoran nyata.
Iman menghapus dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil di masa lalu. Sedangkan thaharah, khususnya wudhu, menghapus dosa kecil. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, maka dosa-dosanya akan keluar dari badannya, sampai-sampai keluar dari bawah kuku-kukunya. (HR. Muslim)
Imam An Nawawi menjelaskan, makna asal dari asy syatr (الشتر) adalah an nishf (النصف) yakni setengah atau separuh. Namun pendapat yang kuat menurut beliau, makna syatr pada hadits ini yang lebih tepat adalah sebagian. Sehingga, bersuci adalah sebagian dari iman.
Kedua, thaharah adalah setengah dari shalat. Sebab thaharah adalah syarat sah shalat. Sedangkan syarat suatu perbuatan merupakan setengah dari perbuatan tersebut. Juga ada ayat yang menyebut shalat sebagai iman. Yakni firman-Nya:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu (shalatmu ke Baitul Maqdis). (QS. Al Baqarah: 143)
Ketiga, membersihkan hati adalah setengah dari iman. Sebagaimana penjelasan Imam Ghazali yang menafsirkan thuhur pada hadits ini sebagai bersihnya hati dari segala dendam, hasad, dan penyakit hati lainnya.
2. Keutamaan Dzikir
Arbain Nawawi hadits ke-23 ini juga menunjukkan keutamaan dzikir dengan membaca kalimat-kalimat thayyibah. Khususnya ucapan tasbih dan hamdalah.
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ
Ucapan Alhamdulillah memperberat timbangan (kebaikan).
Al Mizan (الميزان) dalam hadits ini maksudnya adalah sisi timbangan amal kebaikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat Al Qariah:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ
Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. (QS. Al Qari’ah: 6-7)
Ucapan alhamdulillah memperberat timbangan kebaikan tersebut. Sedangkan tasbih dan tahmid, keduanya akan memenuhi langit dan bumi.
وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ – أَوْ تَمْلأُ – مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
Ucapan Subhanallah dan Alhamdulillah memenuhi ruangan antara langit dan bumi.
Ketika menjelaskan hadits ini, Imam Nawawi mengutip penulis kitab At Tahrir, “Jika pahala memiliki fisik, niscaya pahala mengucapkan kedua kalimat tersebut dapat memenuhi apa-apa yang ada di antara langit dan di bumi.”
3. Shalat adalah Cahaya
Berikutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensabdakan salah satu keutamaan shalat.
وَالصَّلاَةُ نُورٌ
Shalat adalah cahaya.
Nur (نور) artinya adalah cahaya. Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha dalam Al Wafi menjelaskan, Ash Shalatu nuurun (الصلاة نور) maksudnya shalat dapat membimbing kepada perbuatan-perbuatan baik yang lain.
Shalat merupakan rukun Islam yang mencegah pelakunya dari kemaksiatan dan kemungkaran.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Dirikanlah shalat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari yang keji dan munkar… (QS. Al Ankabut: 45)
Makna lain dari shalat adalah cahaya, nanti di akhirat orang yang mendirikan shalat akan memiliki cahaya di wajahnya. Ada pula makna lain seperti cahaya bekas shalat juga akan memancar di dunia dalam bentuk pancaran sinar keimanan di wajah pelakunya.
“Begitu pula di dunia, wajah mereka memancaran sinar keimanan. Hal ini berbeda dengan orang yang tidak shalat,” tulis Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.
“Seorang mukmin yang berlaku baik di hadapan Allah, lima kali dalam sehari, maka perilakunya dengan sesama manusia juga akan baik. Ia akan tampak berbeda dengan akhlak dan ketaqwaannya. Allah juga akan memberikan cahaya di wajahnya sebagaimana telah memberi cahaya di hatinya,” kata Syaikh Mushtafa Dieb Al Bugha. Lalu beliau mengutip ayat terakhir Surat Al Fath:
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (QS. Al Fath: 29)
4. Sedekah adalah Bukti Keimanan
Rasulullah kemudian menyebutkan salah satu keutamaan sedekah dalam Arbain Nawawi hadits ke-23 ini.
وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ
Sedekah adalah bukti nyata.
Burhan (برهان) artinya bukti nyata. Yakni bukti yang menunjukkan benar tidaknya keimanan. Sedekah menjadi salah satu bukti nyata keimanan. Di antara bukti keimanan seseorang adalah suka bersedekah.
Sedekah sendiri berasal dari kata kata shadaqa (صدق) yang artinya benar. Orang yang gemar bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya.
5. Sabar adalah Pelita
Penggalan hadits berikutnya menyebutkan salah satu keutamaan sabar.
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
Sabar adalah pelita.
Dliyaa’un (ضياء) adalah cahaya terang yang umumya berasal dari benda yang panas. Misalnya matahari atau pelita. Sedangkan bulan tidak termasuk dliya’.
Kesabaran adalah dliya’ karena di samping ‘panas’ (sulit) untuk dilakukan, ia juga akan membawa pada keterbimbingan dalam kebenaran dan mudah melalui kesulitan. Tidaklah seseorang bisa berada dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan kecuali dengan kesabaran. Demikian pula, tidaklah seseorang bisa melewati musibah dengan baik kecuali dengan kesabaran.
Bahkan, dengan sabar, seseorang akan mendapatkan kebersamaan Allah (ma’iyatullah) dan pahala tanpa batas.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah: 153)
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az Zumar: 10)
6. Al-Qur’an adalah Hujjah
Berikutnya, Rasulullah mensabdakan Al-Qur’an adalah hujjah. Namun ia bisa menjadi hujjatul laka, bisa hujatun ‘alaika.
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
Dan Al-Qur’an adalah hujjah yang membela atau menuntutmu.
Hujjah adalah argumentasi. Hujjatul laka (hujjah bagimu) artinya argumentasi yang membelamu. Hujjatun ‘alaika (hujjah bagimu) maksudnya adalah argumentasi yang menuntutmu.
Ketika kita membaca Al-Qur’an lalu mengamalkan isinya, maka Al-Qur’an akan membela kita di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun jika kita menyimpang dari Al-Qur’an apalagi mendustakannya, Al-Qur’an akan menuntut kita.
Baca juga: Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban
7. Perbuatan yang Memerdekakan Diri
Rasulullah kemudian menutup sabdanya pada Arbain Nawawi hadits ke-23 ini dengan menjelaskan hakikat perbuatan manusia.
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
Semua orang berusaha. Ia pertaruhkan dirinya. Maka ada yang untung dan ada yang merugi.
Yaghdzuu (يغذو) artinya berangkat di pagi hari. Dari arti ini muncul makna berusaha atau bergegas berbuat.
Baai’un nafsah (بائع نفسه) artinya menjual dirinya. Bisa bermakna positif yaitu menjual diri kepada Allah dengan mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bisa pula bermakna negatif yaitu menjual diri kepada syetan dan hawa nafsu dengan bergelimang kekufuran dan kemaksiatan.
Ada manusia yang mengisi pagi hingga malamnya dalam ketaatan. Amal-amal itulah yang akan membebaskannya dari kehinaan di dunia dan kesengsaraan di akhirat. Di antaranya adalah amal-amal yang keutamaannya telah Rasulullah jelaskan; bersuci, dzikir, shalat, sedekah, sabar, dan mengamalkan Al-Qur’an.
8. Perbuatan yang Membinasakan Diri
Kebalikannya, muubiquha (موبقها) adalah membinasakan diri. Yaitu membinasakan diri sendiri dengan siksa di akhirat nanti. Ini adalah perbuatan-perbuatan yang berkebalikan dari poin sebelumnya. Kedurhakaan, enggan bersuci, lalai, meninggalkan shalat, bakhil, suka marah, hingga mendustakan Al-Qur’an.
Imam An Nawawi menjelaskan bagian akhir hadits ini dengan singkat dan padat.
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
“Maknanya adalah setiap orang berusaha sendiri-sendiri. Oleh karena itu, di antara mereka ada yang menjual (mengabdikan) dirinya kepada Allah dengan menaati-Nya sehingga ia pun dibebaskan-Nya dari azab neraka. Sebaliknya, di antara mereka ada yang menjual (mengabdikan) dirinya kepada setan dan hawa nafsu sehingga ia pun akan dibinasakan,” terangnya dalam Syarh Shahih Muslim.
Demikian penjelasan Arbain Nawawi hadits ke-23. Semoga semakin memotivasi kita untuk istiqamah dalam ibadah sehingga kita pun mendapatkan fadhilahnya serta terbebas dari neraka. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbiyah]