Beranda Materi Tarbiyah Shalat Berjamaah Karakter Mukmin Sejati

Shalat Berjamaah Karakter Mukmin Sejati

0
Rasmul bayan shalat berjamaah

Shalat berjamaah merupakan syiar Islam yang agung dan memiliki kedudukan penting dalam pembinaan individu serta masyarakat Muslim. Ia tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga manifestasi nyata persatuan, ketaatan, dan ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hukum Shalat Berjamaah

Para ulama berbeda pendapat mengenai status hukum shalat berjamaah bagi laki-laki mukallaf (dewasa dan berakal), yang menunjukkan betapa pentingnya ibadah ini dalam syariat:

1. Fardhu Kifayah

Menurut sebagian ulama, terutama dalam mazhab Syafi’i (sebagai pendapat yang kuat di kalangan mazhab ini), shalat berjamaah hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, jika telah dilaksanakan oleh sebagian kaum Muslimin sehingga syiar shalat berjamaah di suatu tempat tegak, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur syar’i tetap dipandang mengurangi keutamaan yang besar.

2. Fardhu Ain

Ini merupakan pendapat madzhab Hanbali. Shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki yang mampu dan tidak memiliki uzur adalah fardhu ain (wajib atas setiap individu). Mereka berdalil dengan ancaman keras bagi yang meninggalkannya dan perintah tegas dalam Al-Qur’an.

Allah memerintahkan shalat berjamaah bahkan dalam kondisi perang (shalat khauf), yang menunjukkan urgensinya:

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌۭ مِّنْهُم مَّعَكَ

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu… (QS. An-Nisa’: 102)

Jika dalam kondisi takut/perang saja diperintahkan, maka dalam kondisi aman lebih ditekankan lagi. Hadits Rasulullah yang ingin membakar rumah orang yang tidak shalat berjamaah juga menjadi dalil bagi pendapat kedua ini.

3. Sunnah Muakkadah

Pendapat ketiga, yang merupakan pendapat madzhab Maliki, adalah sunnah muakkadah. Mereka berdalil dengan hadits yang menunjukkan keutamaan shalat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian, yang mengisyaratkan bahwa shalat sendirian tetap sah.

Pandangan Ulama

Imam Syafi’i menyatakan bahwa shalat berjamaah adalah fardhu kifayah, namun beliau termasuk ulama yang sangat menekankan pelaksanaannya. Imam Hasan Al-Banna dalam risalahnya seringkali menekankan pentingnya shalat berjamaah sebagai salah satu sarana pembinaan dan penguatan ukhuwah Islamiyah.

Sedangkan Syekh Yusuf Qardhawi cenderung kepada pendapat yang mewajibkan (fardhu ain) shalat berjamaah bagi laki-laki yang mampu tanpa uzur, mengingat dalil-dalil ancaman dan perintah yang sangat kuat. Beliau memandang shalat berjamaah sebagai sarana penting untuk menyatukan barisan umat dan mendidik kedisiplinan.

Tata Cara Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah memiliki adab dan tata cara yang harus dipenuhi untuk mencapai kesempurnaan dan keutamaan:

1. Memilih Imam

Imam adalah pemimpin dalam shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kriteria utama dalam memilih imam:

يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِى السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِى الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا

“Yang paling berhak menjadi imam bagi suatu kaum adalah yang paling banyak (baik) bacaan Kitabullah-nya (Al-Qur’an). Jika dalam bacaan sama, maka yang paling mengetahui Sunnah. Jika dalam Sunnah sama, maka yang paling dahulu hijrah. Dan jika dalam hijrah sama, maka yang paling dahulu masuk Islam.” (HR. Muslim)

2. Merapatkan Barisan (Shaf)

Meluruskan dan merapatkan shaf adalah hal yang sangat penting dalam shalat jamaah. Menjadi salah satu penentu kesempurnaan shalat. Juga merupakan simbol persatuan dan kekompakan umat.

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ

“Luruskanlah barisan-barisan kalian, karena sesungguhnya meluruskan barisan itu termasuk bagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Wajib Mengikuti Imam

Makmum wajib mengikuti gerakan imam, tidak boleh mendahului imam.

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا

“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka janganlah kalian menyelisihinya. Apabila ia rukuk, maka rukuklah kalian. Apabila ia mengucapkan ‘Sami’allaahu liman hamidah’, maka ucapkanlah ‘Rabbanaa wa lakal hamd’. Dan apabila ia sujud, maka sujudlah kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Memperpendek Bacaan Shalat

Imam dianjurkan untuk meringankan (memperpendek) bacaan shalat. Khususnya pada shalat fardhu, agar tidak memberatkan makmum yang beragam kondisinya.

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِى النَّاسِ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَذَا الْحَاجَةِ

“Apabila salah seorang dari kalian mengimami manusia, maka hendaklah ia meringankan (shalatnya), karena di antara mereka terdapat orang yang lemah, orang yang sakit, dan orang yang memiliki keperluan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Berjalan ke Masjid dengan Tenang

Menghadiri shalat berjamaah harus dengan sikap tenang, penuh ketawadhuan, dan tidak tergesa-gesa, meskipun khawatir ketinggalan rakaat.

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

“Apabila kalian mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dalam keadaan tenang dan berwibawa, dan janganlah kalian tergesa-gesa. Bagian mana yang kalian dapati (dari shalat), maka shalatlah, dan bagian mana yang ketinggalan, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Urgensi Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah memiliki kedudukan yang sangat penting. Urgensi shalat jamaah bukan hanya terletak pada penggandaan pahala, tetapi juga mencakup dimensi sosial, spiritual, dan bahkan menjadi pembeda fundamental dalam keimanan seseorang.

1. Pembeda antara Mukmin dengan Munafik

Shalat berjamaah, terutama shalat Subuh dan Isya, adalah ujian yang berat bagi hati, dan menjadi ciri pembeda antara orang beriman sejati dengan orang munafik. Orang munafik merasa berat dan malas menghadirinya karena kurangnya keikhlasan dan kecintaan pada Allah (mahabbatullah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنَ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafik selain shalat Subuh dan shalat Isya. Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Ancaman Keras bagi Orang yang Tidak Shalat Berjamaah

Begitu pentingnya shalat berjamaah, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengancam dengan keras orang-orang yang meninggalkannya tanpa uzur syar’i.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى مَنَازِلِ قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ

“Sungguh, aku hampir saja memerintahkan (untuk melaksanakan) shalat, lalu shalat itu ditegakkan; kemudian aku pergi menuju rumah-rumah orang-orang yang tidak menghadiri shalat (berjamaah), lalu aku bakar (rumah-rumah itu) atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ancaman ini, meskipun tidak dilaksanakan, menunjukkan murka yang amat besar terhadap orang yang meninggalkannya.

3. Bentuk Perlawanan terhadap Setan

Shalat berjamaah merupakan benteng pertahanan umat Islam dari godaan dan penguasaan setan. Dengan berkumpul untuk beribadah, kaum Muslimin mengokohkan persatuan dan melawan upaya setan untuk memecah belah dan menyendiri mereka.

Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِى قَرْيَةٍ وَلاَ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

“Tidaklah tiga orang berada di suatu desa atau daerah terpencil, yang tidak didirikan shalat berjamaah di tengah-tengah mereka, melainkan mereka telah dikuasai oleh setan. Maka wajib bagi kalian untuk berjamaah, karena sesungguhnya serigala hanya akan memakan domba yang menyendiri (terpisah dari kawanannya).” (HR. Abu Dawud; hasan)

4. Orang Buta Pun Dianjurkan Shalat Berjamaah

Urgensi shalat berjamaah terlihat jelas dari hadits tentang seorang sahabat yang buta, namun tetap Rasulullah perintahkan untuk menghadirinya jika mendengar azan. Hal ini menunjukkan urgensi shalat jamaah, kondisi apa pun harus kita upayakan untuk berjamaah di masjid.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ. فَقَالَ نَعَمْ. قَالَ فَأَجِبْ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, seorang buta pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu ia meminta keringanan untuk shalat di rumahnya. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya, “Apakah engkau mendengar azan?” Laki-laki itu menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Penuhilah panggilan azan tersebut (hadiri jamaah shalat).” (HR. Muslim)

5. Lebih Utama Dikerjakan di Masjid

Tempat terbaik dan paling utama untuk melaksanakan shalat berjamaah bagi kaum pria adalah di masjid, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Mayoritas ulama menafsirkan “rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” sebagai perintah untuk shalat berjamaah.

Keutamaan Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah merupakan ibadah yang memiliki kedudukan luar biasa dalam Islam. Ia bukan sekadar penggugur kewajiban, melainkan sebuah sarana agung untuk meraih kemuliaan, pengampunan, dan pahala yang berlipat ganda dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalat berjamaah menjadi lambang persatuan umat dan sumber keberkahan yang tak terhingga.

1. Setiap Langkah Meningkatkan Derajat dan Menghapus Kesalahan

Setiap ayunan langkah menuju masjid bukan hanya merupakan amal, tetapi juga berfungsi ganda: menghapus dosa dan menaikkan derajat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى غُدُوٍّ أَوْ رَوَاحٍ إِلَى الْمَسْجِدِ إِلاَّ كَانَتْ خُطَاهُ خَطْوَةٌ كَفَّارَةٌ وَخَطْوَةٌ دَرَجَةٌ

“Tidak ada seorang pun yang keluar dari rumahnya menuju shalat wajib melainkan satu langkahnya menghapus dosa dan langkah yang lain mengangkat derajat.” (HR. Muslim)

2. Makin Jauh Jarak Rumah, Makin Besar Pahalanya

Orang yang berkorban lebih besar jaraknya untuk mencapai masjid akan mendapatkan pahala yang lebih besar pula, menunjukkan nilai pengorbanan dalam ketaatan.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِى الصَّلاَةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِى يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الَّذِى يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ

“Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh (jarak) jalannya menuju shalat, kemudian yang lebih jauh berikutnya. Dan orang yang menunggu shalat hingga ia melaksanakannya bersama imam lebih besar pahalanya daripada orang yang shalat kemudian tidur.” (HR. Muslim)

3. Lebih Utama 27 Derajat

Ini adalah keutamaan yang paling masyhur, menunjukkan betapa besarnya selisih kebaikan antara shalat berjamaah dengan shalat sendirian.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat  daripada shalat sendirian.” (HR. Muslim)

4. Mendapat Naungan Allah di Hari Kiamat

Orang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid karena kecintaan untuk shalat berjamaah termasuk dalam tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ

“Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam suasana ibadah kepada Tuhannya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid…” (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Pengampunan Dosa

Salah satu keutamaan shalat berjamaah adalah mendatangkan ampunan atas dosa, terutama dosa-dosa kecil.

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَصَلَّاهَا مَعَ الْإِمَامِ غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ

“Barangsiapa berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju shalat wajib, lalu shalat bersama imam, maka dosa-dosanya diampuni.” (HR.Ibnu Khuzaimah)

6. Jaminan (Perlindungan) dari Allah

Bagi yang melaksanakan shalat Subuh secara berjamaah, ia akan berada dalam perlindungan dan jaminan keamanan Allah Ta’ala sepanjang hari. Dari Jundub bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى ذِمَّةِ اللَّهِ فَلاَ يَطْلُبَنَّكُمُ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَىْءٍ فَيُدْرِكَهُ فَيَكُبَّهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ

“Barang siapa yang shalat Subuh, maka ia berada dalam perlindungan Allah. Maka janganlah sampai Allah menuntut kalian (melanggar) jaminan-Nya dengan sesuatu, lalu Allah mendapatkan (orang itu), kemudian menelungkupkannya ke dalam api neraka Jahanam.” (HR. Muslim)

7. Cahaya Terang pada Hari Kiamat

Mereka yang berjalan kaki menuju masjid, terutama di waktu gelap seperti Isya dan Subuh, Rasulullah menjanjikan cahaya yang sempurna di Hari Kiamat.

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ فِى الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid-masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi; shahih)

8. Masuk Surga

Menjaga shalat fardhu antara lain dengan berjamaah dan menjaga kekhusyu’an merupakan salah satu sebab utama masuk surga. Sebagaimana janji Allah dalam Surat Al-Mu’minun.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (۱) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢) … وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٩)

Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya… dan orang-orang yang menjaga shalat mereka. (QS. Al-Mu’minun: 1-2)

Seseorang yang memenuhi kriteria mulai ayat 2 hingga 9, mereka inilah yang mendapat janji surga Firdaus sebagaimana ayat 10 dan 11.

أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (۱٠) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١١)

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi.  (Yaitu) orang-orang yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Mu’minun: 10-11)

9. Syiar bagi Masyarakat

Selain keutamaan individu, shalat berjamaah membawa manfaat yang sangat besar bagi tatanan sosial umat Islam, menjadikannya Syiar (simbol) yang menunjukkan kekuatan dan kesatuan.

Imam Hasan Al-Banna menekankan dimensi sosial ini: “Shalat berjamaah adalah sekolah yang mengajarkan kedisiplinan, persatuan hati, dan persamaan di hadapan Allah, serta menampakkan syiar (simbol) umat Islam yang mulia.”

Syekh Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengaitkannya dengan kesatuan dan kebangkitan umat: “Menjaga shalat fardhu secara berjamaah, khususnya di masjid, adalah indikator kebangkitan umat, kesehatan akidah, dan keutuhan sosial mereka. Di dalamnya terdapat pelatihan ketaatan kepada pemimpin (imam) dan kesatuan barisan. []